Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan Umum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pengetahuan Umum. Tampilkan semua postingan

HUMANISME DAN MULTIKULTURAL PENDIDIKAN ISLAM

HUMANISME DAN MULTIKULTURAL PENDIDIKAN ISLAM

I. PENDAHULUAN
Paham-paham seperti Humanisme, pluralisme, multikulturalisme merupakan bentuk nyata dari sebuah proses islamissai dunia Barat. Para intlektual muslim dengan kegigihannya berusaha mengintrodus term-term barat sambil membubuhkan lebel-lebel Islam sehingga muncul istilah Islam “adjektif”, Islam humanis Islam liberal, dan sebagainya.
Paham tauhid bahwa seluruh manusia, berasal dari asal yang satu, membawa kepada humanitarianisme. Humanitarianisme, bukan hanya kasih sayang sesama manusia, tetapi juga kasih sayang kepada alam binatang dan alam tumbuh-tumbuhan, serta alam benda mati, mencintai seluruh nature ciptaan Tuhan. Disini terdapat paham semakhluk mengakui kesatuan sebagai makhluk yang ada di dalam ini.
Dari penjelasan diatas jelas sekali bahwa dalam Islam sendiri terdapat gagasan tentang humanisme, toleransi , menghargai perbedaan dan sebagainya. Sebenarnya paham liberalisme dan humanisme dunia barat sering dikaitkan dengan sifat dasar kebudyaan barat yang lebih menekankan progressivitas atau dinamika.hal ini bertolak belakang dengan dunia timur termasuk dunia Islam yang sering dikaitkan dengan sikap apriori terhadap progressivitas yang diikuti dengan change.
Islam merupakan suatu agama yang diturunkan sebagai rahmatan lil alamin bagi semua makhluk yang ada dialam semesta ini, begitu juga pendidikan Islam. Pendidikan Islam yang berkembang sampai saat ini juga diwarnai dengan kultur budaya yang berkembang di daerah masing-masing.
Dari sinilah dikatakan bahwa dengan metode kritis bagaimana menyikapi gejala yang sedang berkembang dalam masyarakat, khususnya masyarakat Islam. multikulturalisme merupakan salah satu item yang saya anggap layak diperbincangkan keberadaannya. Dalam hal ini saya lebih memfokuskan dalam mengkaji bagaimana multikulturalisme tersebut menambah pada bidang pendidikan terlebih dalam pedidikan Islam, karena saya rasa sangat penting keberadaannya untuk dibahas.
A. Soal Humanisme
Secara etimologi: “Humanisme is a deration to the humanities or literang culture”. Humanisme adalah kesetiaan pada manusia atau kebudayaan. Pencerahan kemanusiaan menjadi “spirit” untuk belajar kemudian berkembang pada akhir abad pertengahan dan kebangkitan baru tulisan-tulisan klasik dan sebuah pembaharuan yang percaya diri dalam kesanggupan kejadian manusia untuk menentukan kebenaran dan kesalahan terhadap diri mereka. Kultur humanisme adalah tradisi rasional dan empirik yang mula-mula sebagian besar bersal dari Yunani dan Romawi Kuno, kemudian berkembang melalui sejarah Eropa Humanisme menjadi sebagian dasar pendekatan Barat dalam pengetahuan, teori politik, etika dan hukum.
Humanisme agama adalah keyakinan di dalam aksi. Definisi agama digunakan oleh humanisme religius secara fungsional. Fungsi agama disini adalah untuk melayani kebutuhan personal atau kelompok sosial .
Islam bukan hanya suatu kepercayaan akan tetapi suatu kehidupan yang perlu dihayati pada waktu ini. Religion harga dapat menerjemahkan penerimaan Islam secara tidak sempurna dan hanya sebagian karena arti religion adalah sangat luhur dan asal etimologi arab tidak ketahuan. Untuk itu perlu pula diketahui tentang ukuran nilai agama itu sendiri. Seperti disebutkan oleh Drs Sidi Gazalba bahwa “nilai agama itu tercermin dalam pahala, tiap tingkah laku yang mendatangkan pahala mengandung nilai”. Sebenarnya jika kita dapat menerapkan nilai-nilai agama dalam pergaulan dan kehidupan kita pasti akan tercapai suatu kepribadian manusia yang baik. Pada garis besarnya aspek-aspek kepribadian itu dapat digolongkan dalam 3 hal yaitu :
1) Aspek-aspek kejasmanian
2) Aspek-aspek kejiwaan
3) Aspek-aspek keridhanian yang luhur
Sebenarnya manusia itu mempunyai potensi, potensi yang dapat dikembangkan dengan jalan yang baik. Namun sebaliknya jika potensi itu dibiarkan saja atau malah dirusak maka akan berdampak negatif. Jika kita dapat menerapkan dan mengamalkan religius kita dengan baik. Pasti akan mudah untuk mengembangkan potensi kita. Perlu kita ketahui juga pendidikan Islam dengan paradigma humanistik disini dihasilkan dari upaya refleksi dan rekonstruksi sejarah Islam yang ada, khsuusnya pada masa 5 abad pertama, serta dari nilai-nilai normatif Islam, dan dari trends humanisme universal. Dalam hal ini ada 6 hal besar yang harus dikembangkan dalam pendidikan Islam:
1) Cammon sense atau akal sehat
2) Idividualisme menuju kemandirian
3) Thirst of knowledge
4) Pendidikan pluralisme
5) Kontekstualisme lebih mementingkan fungsi dari pada simbol
6) Keseimbangan antara reward dan punishment
Dalam hal pendidikan Islam ke 6 hal diatas adalah penting dan harus mendapat sorotan dalam proses pendidikan Islam.



B. Multikulturalisme Agama
Ada satu hal yang mengganggu dan cenderung terlupakan selama ini, yakni tentang konsep “sinkretisme” penyatuan aliran, dalam agama. Jika sinkretisme Islam dipahami sebagai pencampuran antara sebagai “budaya luar” dengan unsur–unsur lokal (sebagai budaya dalam) dengan cara yang tidak murni. Maka akan timbul pertanyaan. Adakah agama yang murni? Bukankah di setiap agama tidak terkecuali Islam merupakan suatu fenomena sinkretik? Tidak ada satu agamapun di dunia ini yang tidak “sinkretik” dalam pengertian murni merumuskan struktur pandangan dunianya tanpa melibatkan unsur –unsur kultural dari kebudayaan setempat dimana agama itu hadir. Setiap agama dan sistem kepercayaan apapun dalam merumuskan struktur pandangan dunia dan rumusan teologisnya akan menjadikan unsur–unsur budaya setempat sebagai dasar pijakan. Itulah sebabnya mengapa setiap agama memiliki corak dan jenis kelamin yang berlainan antara yang satu dengan yang lainnya baik yang menyangkut aspek bahasa (teks) muatan isi (ajaran/ doktrin), ritus-ritus, sistem teologi dan sebagainya.
Mesti begitu definisi agama menurut sosiologis adalah definisi empiris sosiologi tidak pernah memberikan definisi agama yang exaluatif (menilai) ia “angkat tangan” mengenai hakekat agama, baik atau buruknya agama. Dari pengamatan ini hanya sanggup memberikan definisi (menggambarkan apa adanya) yang menyingkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.
Namun pada dasarnya multikulturalisme agama memang harus ditinjau secara empiris. Sebab, hal ini berkaitan dengan sosio-antropologi. Dan sebagaimana disebutkan bahwa setiap agama dan sistem kepercayaan apapun dalam merumuskan struktur pandangan dunia dan rumusan teologisnya akan menjadikan unsur –unsur budaya setempat sebagai dasar pijakan. Itu artinya multikultural dalam agama adalah sebuah keniscayaan yang tidak dapat dinafikan keberadaannya sekali lagi jika ini ditinjau secara empiris.
C. Pendidikan Multikultural
Sampai disini, layak kita meneguhkan kembali paradigma Multikultural dalam pendidikan. Peneguhan ini harus lebih ditekankan kepada persoalan kompetensi kebudayaan sehingga tidak hanya berkutat pada aspek kognitif melainkan beranjak kepada aspek psikomotik. Peneguhan ini bermaksud menjelaskan kesadaran bahwa multikulturalisme, sebagaimana diungkap oleh “Goodnough (1976) adalah pengalaman normal manusia ia ada dan hadir dalam realitas empirik. Untuk itu pengelolaan masyarakat multikultural manusia tidak bisa dilakukan secara taken for granted atau trial and error. Sebaliknya harus diupayakan secara sistematis, pragmatis, intregrated dan berkesinambungan. Disinilah fungsi strategis pendidikan Multikultural sebagai sebuah proses dimana seseorang mengembangkan kompetensi dalam beberapa sistem standar untuk mempersepsi, mengevaluasi, meyakini dan melakukan tindakan.
Beberapa hal yang dibidik dalam pendidikan multikultural ini adalah pertama, pendidikan multikultural menolak pandangan yang menyamakan pendidikan dengan persekolahan atau pendidikan multikultural dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas lagi mengenai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan juga bermaksud membebaskan pendidikan dari asumsi bahwa tanggung jawab primer dalam mengembangkan kompetensi kebudayaan semata-mata berada ditangan mereka melainkan tanggung jawab semua pihak.
Kedua, pendidikan ini juga menolak pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan kelompok etnik. Hal ini di karenakan seringnya para pendidik secara tradisional, mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif self sufficient. Dalam konteks ini, pendidikan multikultural akan melenyapkan kecenderungan memandang individu secara skoritip menurut identitas etnik mereka. Malah akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan dikalangan anak didik dan berbagai kelompok etnik.
Ke tiga, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa kebudayaan-kebudayaan mana yang akan diadopsi seseorang pada waktu ditentukan oleh situasinya.
Ke empat, kemungkinan bahwa pendidikan meningkatkan kesadaran mengenai kompetensi dalam beberapa kebudayaan dan menjauhkan kita dari konsep dwi budaya (bicultural) atau dikotomi antara pribumi maupun non pribumi. Karena dikotomi semacam ini bersifat membatasi kebebasan individu untuk sepenuhnya mengekspresikan diversitas kebudayaan.

D. Pendidikan Islam Multikultural
Setidaknya ada dua opsi yang dapat saya ketemukan dalam kemaknaan terhadap pendidikan Islam multikultural. Pertama, jika kita menggunakan pendekatan sistem global maka pendidikan Islam multikultural adalah pendidikan Islam yang mengacu kepada paham multikulturalisme artinya budaya-budaya lokal yang turut membetuk penfasiran terhadap Islam lebih diperhatikan. Semacam munculnya Islam jawa, Islam sarungan, Islam Mesir dan yang lain adalah hasil dari pendidikan ini.
Kedua, jika kita menggunakan pendekatan yang digunakan oleh A. Munir Mulkhan maka pendidikan Islam multikulutral adalah kaitannya dengan keyakinan tauhid yang seringkali dilihat dari perilaku sosial peserta didik, hubunganya dengan penerimaan peserta didik pada pluralisme keagamaan. Sehingga mestinya diperoleh suatu rumusan bahwa Tuhan dan ajaran atau kebenaran yang satu diyakini pemeluk Islam itu bersifat universal. Karena itu, Tuhan dan ajaranya serta kebenaran yang satu itu mungkin juga diperoleh pemeluk agama lain dalam rumusan konseptual yang berbeda.
Konsekuensi dari rumusan di atas jelas bahwa Tuhanya pemeluk agama lain, sebenarnya itulah Tuhan Allah SWT yang dimaksud dan diyakini pemeluk Islam. kebenaran ajaran Tuhan yang diyakini pemeluk agama lain itu pula sebenarnya yang merupakan kebenaran yang diyakini oleh pemeluk Islam. soalnya: “Berani dan bersediakah pemeluk Islam dan guru agama mengubah rumusan keyakinan, rumusan tenang Allah SWT dan ajaran-Nya? Atau, pemeluk Islam dan agama lain sebenarnya hanya mempunyai satu-satunya tujuan keagamaan ialah menaklukkan semua orang untuk memeluk agamanya.
Dari sini maka pendidikan Islam multikultural opsi kedua mengekspresikan tentang hubungan antara umat beragama; pluralisme, Meski menimbulkan dua opsi namun pada dasarnya keduanya masih memiliki korelasi dan tidak dapat dipilah begitu saja.

II. Kesimpulan
Pendidikan dalam suatu perspektif pada dasarnya memberi tawaran pendekatan terhadap penerapan nilai-nilai humanis di dalam kehidupan. pendekatan yang bersifat subtantif perlu terus digalakan karena lebih dapat diandalkan dalam mengatasi kesenjangan antara pemikiran dan kenyataan praksis yang sering meleset karena terjebak dalam formalitas. Namun, meminimalisir beberapa kelemahan konsep dapat menolong mengatasi kekurangan dan kelemahannya.
Yang dapat ditekankan disini, bahwa suatu bangunan perspektif yang digali dari suatu sumber perlu bergandengan dengan yang lain dalam memecahkan masalah yang kompleks, karena betapapun hebatnya perspektif masih merupakan salah satu pendekatan yang akan punya kekuatan jika mampu saling meminjamkan dengan pendekatan lain sebagai suatu sinergis. Karena yang mutlak benar, tampaknya hanya nash yang diwahyukan yang belum dipahami dan diinterpretasikan dalam suatu corak pemahaman atau perspektif.

III. Penutup
Demikianlah makalah ini saya susun dengan usaha yang bermaximal mungkin, namun saya rasa dalam makalah ini masih banyak kekurangan yang disebabkan kurangnya pengetahuan saya. Saya harapkan saran yang konstruktif demi perbaikan dan semoga makalah ini dapat menambah wawasan kita. Amiin.

Daftar Pustaka

Nasution, Harun Prof. Dr., Islam Rasional, Gagasan dan Pemikiran, Mizan, Bandung, 1996.
Mas’ud, Abdurrahma, MA. Ph.D., Menggagas Format Pendekatan non Dikotomik, Humanisme Religius sebagai Paradigma, Gema Mdia, September, 2002.
A Borsard, Marcel, Prof. Dr., Humaisme dalam Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
Gazalba, Didi, Drs., Asas Kebudayaan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1990.
D. Marimba, Ahmad, Drs., Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Al-Ma’arif Bandung, 1990
Pendapat Djaka Soetapa Th.D., Ummah, Komunitas Religius, Sosial dan Politk dalam al-Qur’an, Mitra Gama Widya, Yogyakarta, 1991
Muqtafa, M. Khoirul, Paradigma Multikultural, Sinar Harapan, CV. Bernews, 2002
Mulkhan Abdul Munir, Dr. SU, Nalar Spiritual Pendidikan Tiara, Wawancara, Yosgyakarta.

EQ DALAM KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

EQ DALAM KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

I. PENDAHULUAN
Dunia pendidikan saat ini sering di kritik oleh masyarakat yang disebabkan karena adanya sejumlah pelajar dan lulusan pendidikan tersebut menunjukkan sikap yang kurang terpuji. Perbuatan tidak terpuji yang dilakukan pelajar tersebut benar-benar telah meresahkan masyarakat dan merepotkan pihak aparat keamanan. Hal tersebut masih ditambah lagi dengan adanya peningkatan jumlah penganggur yang pada umumnya adalah tamatan pendidikan.
Diantara penyebab dunia pendidikan kurang mampu menghasilkan lulusan yang diharapkan adalah karena dunia pendidikan selama ini hanya membina kecerdasan intelektual, wawasan, dan ketrampilan serta, tanpa diimbangi dengan membina kecerdasan emosional.
Oleh karena itu, kiranya pemimpin yang berkemampuan dalam dunia pendidikan harus memiliki kecerdasan emosional yang tinggi serta mengupayakan keselarasan dan keseimbangan dalam dunia pendidikan.

II. PERMASALAHAN
Dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan EQ khususnya dalam bidang kepemimpinan pendidikan Antara lain:
1. Kepemimpinan
2. Pengertian EQ
3. Fungsi EQ dalam kepemimpinan pendidikan
4. Karakteristik kepemimpinan EQ

III. PEMBAHASAN
A. Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu kepribadian (personality) seseorang yang mendatangkan keinginan pada kelompok orang-orang untuk mencotohnya atau mengikutinya atau yang memancarkan suatu pengaruh yang tertentu, suatu kekuatan atau wibawa yang demikian rupa sehingga membuat sekelompok orang-orang melakukan apa yang dikehendakinya.
Ada tiga teori / pendekatan kepemimpinan yaitu pendekatan sifat, pendekatan perilaku dan pendekatan situasional.
a. Pendekatan sifat
Banyak ahli yang berusaha meneliti dan mengemukakan pendapatnya mengenai sifat-sifat baik manakah yang diperlukan bagi seorang pemimpin agar dapat sukses dalam kepemimpinannya meskipun telah banyak penelitian tentang sifat-sifat kepemimpinannya hingga kini para peneliti tidak berhasil menemukan satu atau sejumlah sifat yang dipakai sebagai ukuran untuk membedakan pemimpin dan bukan pemimpin. Ini menunjukkan bahwa hanya dengan menggunakan pendekatan sifat saja, masalah kepemimpinan tidak akan dapat dipahami dan dipecahkan secara baik.
b. Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku (behavior approach) merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin yang bersangkutan
c. Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara pribadi, tugas, kekurangan, sikap dan persepsi.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pemimpin menurut H. Joseph Pertz (1981) meliputi: kepribadian (personality), pengalaman masa lalu dan harapan pemimpin, harapan dan perilaku alasan, karakteristik harapan dan perilaku bahwahan dari harapan perilaku rekan. Faktor-faktor itu mempengaruhi pimpinan dan bahwahan secara timbal balik.

B. Pengertian EQ
Emosi merupakan istilah yang makna tepatnya masih membingungkan baik para ahli maupun ahli filsafat selama lebih dari 1 abad. Dalam makna yang paling harfiah Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai sikap kegiatan atau pengelolaan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan mental yang hebat dan meluap-luap. Emosi menunjuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran khanya. Suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak.
Emosi merupakan sistem isyarat yang berfungsi sebagai alarm berupa informasi yang dibutuhkan dan mengarahkan keberbagai jalan keluar, aksi atau perubahan pada saat tertentu. Selanjutnya kecerdasan emosi adalah temperamen yang berlaku pada setiap orang jika tidak memperhatikan sistem isyarat.
Salah seorang untuk mempelopori kecerdasan emosional (emotional intelligence) adalah Bar-on. Seorang psikolog Israel yang menulis konsep ini dalam disertasinya pada 1980-an. Disertasi ini kemudian diteliti ulang dan dituangkan kembali dalam sebuah makalah yang tidak diterbitkan berjudul Bar-on, the Development or a concept and test of Psychological Wel-Being pada tahun 1992.
Dalam makalah tersebut Baron mengatakan bahwa emotional intelligence adalah serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan social yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungannya.
Peter Soloveiy dan Jack Mayer, pencipta istilah “kecerdasan emosional” menjelaskan sebagai “kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosi dan inrelektual. Dengan kata lain EQ adalah serangkaian kecakapan yang memungkinkan kita melapangkan jalan di dunia yang rumit aspek pribadi, sosial dan pertahanan dari seluruh kecerdasan akal sehat yang penuh misteri dan kepekaan yang penting untuk berfungsi secara efektif setiap hari. Dalam bahasa sehari-hari kecerdasan emosional biasanya disebut sebagai steet smart (pintar) atau kemampuan khusus yang kita sebut “akal sehat”.

C. Fungsi EQ dalam kepemimpinan pendidikan
Kecerdasan emosional adalah kalimat yang sangat menarik yang dikemukakan oleh Patricia Patton, seorang konsultan profesional sekaligus penulis buku sebagai berikut: it took a heart, soul and brains to lead a people…dan kalimat tersebut diatas terlihat dengan jelas bahwa seorang pemimpin haruslah memiliki perasaan, keutuhan jiwa dan kemampuan intelektual. Dengan kata lain “modal” yang harus dimiliki seorang pemimpin tidak hanya intelektualitas semata, namun harus didukung oleh kecerdasan emosional (emotional intelligence) komitmen pribadi dan integritas yang sangat dibutuhkan untuk mengatasi berbagai tantangan.
Sering kali kegagalan dialami karena secara emosional seorang pemimpin tidak mau atau tidak dapat memahami dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga keputusan yang diambil bukanlah a heartfelt decision, yang mempertimbangkan martabat manusia, melainkan cenderung egois.
Seorang kepala sekolah misalnya, di dalam suatu lembaga mutlak memiliki EQ yang tinggi. Sebab tanpa kecerdasan emosional yang melekat pada dirinya, maka hubungan antara atasan dan bawahan tidak terjadi keharmonisan.
Apabila seorang kepala sekolah seorang pemarah, tentunya ia tidak akan disukai oleh seluruh warga sekolah. Ia akan menjadi pribadi yang selalu diingat oleh terutama para murid sebagai momok yang sangat menakutkan. Selain itu ia akan selalu berada dalam ancaman stres akibat ulahnya sendiri. Ini menimbulkan perasaan yang sangat tidak menyenangkan bagi pikiran dan tubuhnya.
Sebagai sebuah sistem yang kompleks, emosi memainkan peranan yang cukup besar dalam kehidupan manusia. Karena demikian besarnya peranan yang dimainkannya, maka tidak mengherankan jika emosi menjadi begitu penting bagi kehidupan manusia. Ada beberapa alasan yang menjadikannya menjadi suatu hal yang penting bagi kehidupan manusia:
1. Survival (kelangsungan hidup)
2. Decisian Making (Pengambilan Keputusan)
3. Boundariy Setting (Penentuan Batasan)
4. Communication (Komunikasi)
5. Utility (Kesatuan)
Adapun unsur-unsur kecakapan dalam EQ menurut Goleman sebagaimana yang diadopsi dari model yang dikembangkan oleh Salovey dan Mayer, mempunyai cakupan lima kemampuan dasar berikut, yaitu:
1. Self Awareness (Kesadaran Diri)
2. Self Regulation (Pengaturan diri)
3. Motivation (Motivasi)
4. Empati
5. Social Skill (Ketrampilan Sosial)

Sedangkan menurut teori Barn-on, EQ mempunyai lima belas kemampuan yang terbagi dalam lima bagian utama, yaitu:
1. Ketrampilan intra Pribadi
Ketrampilan ini mencakup kemampuan penyadaran diri, memahami emosi diri, dan mengungkapkan perasaan serta gagasan.
2. Ketrampilan Antar Pribadi
Kemampuan menyadari dan memahami perasaan orang lain, peduli kepada orang lain secara umum dan menjalin hubungan.
3. Adaptabilitas
Kemampuan menguji perasaan diri, kemampuan mengukur situasi sesaat secara teliti, mengubah perasaan dan pikiran diri dan menggunakannya untuk memecahkan masalah.
4. Strategi Pengelolaan Stress
Kemampuan mengatasi stres dan mengendalikan luapan emosi.
5. Hal-hal yang berkaitan dengan suasana hati dan emosi, yaitu kemampuan bersikap optimis, menikmati diri sendiri, menikmati kebersamaan dengan orang lain dan merasakan serta mengekspresikan kebahagiaan.

D. Karakteristik Kepemimpinan EQ
1. Penyingkapan Diri
Dapat berbagi perasaan merupakan pertanda kekuatan. Sebagian pemimpin pengekspresian perasaan merupakan tindakan negatif dan akan membatasi keefektifan. Adalah benar bahwa membuat pengakuan pribadi atau memberikan informasi yang dapat merugikan reputasi anda atau orang lain adalah tidak bijaksana. Ada orang yang selalu mencari kesempatan mendiskreditkan kesuksesan orang lain. Pengungkapan diri berarti mengetahui bagaimana mempresentasikan pandangan positif dan cerah. Orang yang dapat melakukan ini sering membuat lingkungan dimana orang lain merasa aman mengungkapkan perasaannya. Inilah awal persahabatan yang produktif dan menciptakan sistem pendukung, sinergi tim, kemitraan, produktivitas, dan pemecahan masalah. Sayangnya, banyak organisasi gagal mengembangkan lingkungan bersuasana bisnis yang harmonis, karena orang merasa tidak aman berbagi apa yang mereka pikirkan.
2. Wawasan
Mampu mengenali pola dalam emosi dan reaksi berarti dapat mengenai kecenderungan tertentu, baik positif atau negatif apa yang dirinya lakukan dengan pengetahuan ini akan menentukan tingkatan komitmen terhadap perubahan. Seringkali dirinya tidak menyadari cara menaklukkan diri saat menghadapi orang, khususnya ketika menghadapi situasi penuh emosi
3. Tanggung Jawab Pribadi
Memberikan wejangan yang memotivasi merupakan cara menaikkan potensi karyawan dan mengejawantahkan misi organisasi, bahkan jika tidak ada tindak lanjut pun, cara ini sebetulnya tidak mengurangi kekuasaan. Namun, pemimpin akan kehilangan kharisma jika tidak menepati janji karyawan dan pelanggaran tidak lagi bisa dibodohi dengan retolika dan kharisma mereka menginginkan tindakan.
4. Ekspresi
Pernyataan bukan apa yang anda katakan, tetapi bagaimana anda mengatakan bahwa sesuatu selalu diperhitungkan, memang benar adanya apa yang anda katakan bisa membuat perbedaan antar pribadi. Misalnya, jika memberitahu karyawan bahwa ia dipecat, apapun nada anda dalam mengucapkan kalimat ini, makannya masih sama, berbentuk ungkapan, derajat empati dan pertimbangan terhadap seseorang dapat membuat respon orang lain berbeda.
5. Pemegang Saham
Pemimpin dengan sikap pemegang saham memberikan karyawan peluang berbagi rasa dalam kesuksesan dan tantangan organisasi karyawan diberikan saham beban untuk merealisasikan misi perusahaan dan bertanggung jawab terhadap apa yang mereka lakukan. Pemimpin dengan mental seperti ini tahu bagaimana apa yang mereka lakukan. Pemimpin dengan mental seperti ini tahu bagaimana mendetegasikan dan memberikan satu posisi dalam lingkungan semacam ini. Orang merasa memiliki perusahaan dan akan bekerja sebaik-baiknya.

IV. KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa keberhasilan seseorang dalam memimpin tidak hanya ditentukan oleh IQ yang tinggi. Karena realitas yang ada menunjukkan bahwa tidak sedikit rang yang ber-IQ tinggi seringkali bertindak bodoh, yang berakibat membawanya menuju kegagalan. Atau bahkan kehancuran dan menjauhkan dirinya sendiri dari kesuksesan yang seharusnya berada dalam genggamannya hanya dikarenakan ia tidak berhasil mengatur dan memanfaatkan emosinya IQ dalam keberhasilan di dunia kerja hanya menempati posisi ke-2 sesudah kecerdasan emosional, dalam menentukan peraihan prestasi puncak dalam pekerjaan.
Pembinaan kecerdasan emosional merupakan bagian dari prestasi yang dimiliki manusia harus dilakukan oleh dunia pendidikan, sehingga para lulusan pendidikan dapat meraih kesuksesan dalam hidupnya.

V. PENUTUP
Demikianlah makalah ini penulis susun dengan segenap hati, kami yakin dalam makalah ini masih banyak sekali terdapat kesalahan dan kekurangan serta masih jauh dari kesempurnaan itu semua karena keterbatasan kami, oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk kesempurnaan makalah ini, dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua amin.


DAFTAR PUSTAKA
EQ Dalam Kepemimpinan Psikologi. com/wirausaha/eq. htm
Fatah Syukur, Manajemen Pendidikan Berbasis Pada Madrasah, Semarang Fakultas Tarbiyah dan PMDC, 2006.
Fatah, Nanang, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Purwanto, Ngalim, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda Karya Offset
Qoleman, Daniel, Emotional Intellegence, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1999.
Vethzat, Rival, Kiat Memimpin Pada Abad ke-21 – 6D -.Cet, Jakarta: T Raja Grapindo, 2004, XXIV, 356, hlm. 23 cm ISBN 9797 – 421 - 2

Belajar Efektif

BAB I

A. Menjadi Mahasiswa Yang Unggul
Pertumbuhan ilmu di dunia barat berlangsung luar biasa capatnya sehingga negara-negara yang sedang berkembang dan para sarjananya terpontang-panting ketinggalan. Pertumbuhan ilmu itu hanya dapat diikuti para mahasiswa kalau mereka memperoleh pendidikan di perguruan tinggi yang lengkap perpustakaannya, menerima pengajaran dari dosen yang tinggi semangat ilmiahnya, sedang para mahasiswa sendiri melakukan studinya dengan sikap maju yang membara, kebiasaan akademik yang baik, dan keterampilan studi yang tepat.
Tetapi, sayang sekali sikap maju, kebiasaan akademik, dan keterampilan studi yang demikian itu tidak banyak tampak pada para mahasiswa Indonesia. Kebanyakan diantara mereka melakukan studi secara santai saja, hanya tampak sibuk menjelang waktu ujian, waktu jam-jam kosong dari pelajaran umumnya duduk-duduk mengobrol diantara teman-teman, dan tidak terlihat gairah membaca buku sebanyak-banyaknya. Dan berusaha menguasai pengetahuan ilmiah seluas mungkin, termasuk keterampilan studi yang baik.
Tugas yang pertama dan utama dari setiap mahasiswa di perguruan tinggi ialah melakukan studi. Menurut pengamatan Walter Pauk, Direktur Pusat Studi dari Universitas Cornen di Amerika Serikat, mahasiswa yang sukses di negara itu menunjukkan empat ciri yang menonjol sebagai berikut:
1. Mahasiswa yang sukses memilih sebuah tujuan pendidikan yang jelas (a clear educational goal)
2. Mahasiswa yang sukses menyadari bahwa tahun-tahun di perguruan tinggi memberikan suatu kesempatan yang khas untuk pertumbuhan yang intelektual.
3. Mahasiswa yang sukses memiliki berbagai keterampilan studi yang baik (good study sills).
4. Mahasiswa yang sukses memiliki kemauan mencapai sukses (the will to succed)
Para mahasiswa Indonesia tidaklah cukup hanya mencapai sukses saja selama studinya di perguruan tinggi, melainkan harus sungguh-sungguh bertekad and berikhtiar agar menjadi mahasiswa yang unggul. Seorang mahasiswa yang unggul ialah mahasiswa yang penuh semangat untuk maju dan penuh gairah melakukan studi, menguasai segenap keterampilan yang baik untuk melakukan studi secara tangkas dan yang setiap hari sungguh-sungguh melakukan studi dengan penuh perhatian untuk menimba pengetahuan ilmiah seluas-luasnya. Jadi, seorang mahasiswa yang unggul menunjukkan tiga ciri pokok yang merupakan keunggulan dalam hal:
1. Semangat : Yakni hasrat studi yang sangat bergairah sehingga dapat melakukan konsentrasi sepenuhnya.
2. Tindakan : Yakni usaha yang nyata setiap hari untuk melakukan studi dengan perencanaan.
3. Keterampilan : Yakni berbagai sistem, metode dan teknik yang baik dalam usaha menuntut ilmu secara tangkas.
Ketiga ciri penting dari mahasiswa yang unggul itu dapatlah kiranya secara singkat dipadatkan menjadi satu asas, yakni budaya studi, kebailkannya ialah budaya bermain-main perguruan tinggi sering dianggap sebagai suatu persiapan untuk menghadapi kehidupan dimasa depan. Tetapi, sesungguhnya sesuatu perguruan tinggi bukanlah semata-mata suatu persiapan untuk hidup, melainkan juga kehidupan itu sendiri. Hal ini ditegaskan pula oleh dua ahli keterampilan studi James Deese dan Ellin Deese yang pada penutup buku mereka menyatakan:
“College Isn’t training for life; it Islam life”. (perguruan tinggi bukanlah latihan untuk kehidupan; ini adalah kehidupan). Oleh karena perguruan tinggi adalah kehidupan itu sendiri, maka masa studi perguruan tinggi dan hidup dikampusnya hendaknya dihayati secara sebaik-baiknya, diperjuangkan dengan penuh semangat dan dijalani secara tekun sehingga kelak seorang mahasiswa dapat keluar dari kehidupan itu sebagai sarjana ayg bermutu. Salah satu langkah untuk menjadi sarjana yang bermutu ialah berusaha memahami dan menguasai seluk-beluk studi berbagai keterampilannya.

B. KETERAMPILAN STUDI UNTUK MENCARI SUKSES
1. Pengertian Studi
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1989 No. 2 tentang sistem pendidikan nasional pasal 16 ayat (1) merumuskan bahwa ”pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian”. Ayat (2) selanjutnya menetapkan bahwa “satuan Pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut atau universitas.”
Ketentuan Undang-Undang tersebut diatas dilaksanakan lebih lanjut dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia tahun 1990 Nomor 30 tentang pendidikan tinggi. Pasal 2 ayat (1) peraturan memerintah ini merumuskan bahwa tujuan pendidikan tinggi ialah:
a. Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian.
b. Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan atau kesenian sastra mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kehidupan nasional.
Dalam penjelasan umum peraturan pemerintah itu ditegaskan bahwa “perguruan tinggi diharapkan menjadi pusat penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan tinggi serta pemeliharaan, pembinaan dan pengembangan ilmu pengetahuan.”
Dari perumusan dan penegasan tersebut diatas kini menjadi jelas apa yang merupakan tujuan pendidikan dari para mahasiswa Indonesia. Para mahasiswa harus siap untuk dididik agar menjadi warga masyarakat yang memiliki kemampuan akademik/profesional untuk menerapkan, mengembangkan dan atau menciptakan ilmu, teknologi dan atau kesenian. Masyarakat yang gemar belajar itu tidak lain adalah masyarakat yang memiliki dan melaksanakan budaya studi agar menjadi mahasiswa yang unggul sebagaimana telah dipaparkan dalam Bab ini. Hanya mahasiswa yang unggul kelak dapat menerapkan, mengembangkan atau menciptakan ilmu untuk memajukan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Dalam peraturan perundangan Republik Indonesia tidak ada ketentuan mengenai apa yang dinamakan studi. Hanya dalam pasal 10 PP 1990 130 dinyatakan bahwa pendidikan tinggi diselenggarakan melalui kuliah. Selanjutnya dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dapat diadakan seminar, simposium, diskusi panel, lokakarya, praktika dan kegiatan ilmiah lain.
Kini dapatlah dirumuskan bahwa studi ialah segenap kegiatan pemikiran seseorang yang dilakukan secara penuh perhatian untuk memperoleh pengetahuan dan mencapai pemahaman tentang alam semesta, kehidupan masyarakat, perilaku orang, gejala bahasa, atau perkembangan sejarah. Jadi, melakukan studi berarti mengerahkan segenap kemampuan pikiran secara sungguh-sungguh untuk mengejar pengetahuan dan memahaminya mengenai apa saja dalam dunia ini dari alam semesta sampai perkembangan sejarah.
Untuk perbandingan saja, sebuah definisi ialah dari dua ahli keterampilan studi Lester Crow dan Alice merumuskan demikian.
“Study Islam that activity which Islam deliberately pusvet foe the purpose of obtaining information, acquiring greater understanding, orang improving a skill”. (studi ialah kegiatan itu yang secara sengaja diusahakan dengan maksud untuk memperoleh keterangan, mencapai pemahaman yang lebih besar, atau meningkatkan suatu keterampilan).
Hanya dengan cara satu-satunya melalui studi (dan tidak ada cara-cara lainnya) seseorang dapat memperoleh pengetahuan ilmiah yang benar dan mencapai pemahaman rasional yang absah. Hanya dengan melalui studi yang harus dilakukan secara sungguh-sungguh barulah ilmu dapat dimengerti, dikuasai dan diterapkan oleh seseorang mahasiswa.
Pengertian studi tidak sama dengan belajar. Belajar merupakan pengertian lebih umum yang mengacu pada sesuatu perubahan dalam perilaku, sikap, pengetahuan atau sesuatu kemampuan apapun. Muhammad Hatta mengupas pula perbedaan penting antara Leren (belajar) dan studeren (melakukan studi) dari sudut sifatnya dan tujuannya. Hal itu dinyatakan demikian.
“Leren”, belajar dilakukan pada sekolah menengah, jalannya ialah mengisi otak dengan berbagai macam pengetahuan, yang diterima dari buku dan guru dengan tiada perintah. Studi ain sifatnya dan tujuannya. Orang yang mengerjakan studi mempelajari sesuatunya untuk mengerti kedudukan masalahnya, mencari pengetahuan tentang sesuatunya di dalam hubungan sebab dan akibatnya, ditinjau dari jurusan yang tertentu dan dengan metode itu pula. Bukan menghafalkan dan menerima saja apa yang dibentangkan orang lain, melainkan memahami dengan pikiran yang kritis. Keterangan diuji benarnya diatas dua macam batu ujian: benarkah logikanya dan sesuaikan ia dengan kenyataan! Kemudian, kenyataan itu sendiri menjadi soal. Selanjutnya dipelajari pula perkembangannya terdapat tentang sesuatu masalah dengan mencari keterangan tentang apa yang menjadi sebab dan dimana letaknya perlainan pendapat itu dari masa ke masa dan ari ahli ke ahli”.
Dari kutipan tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa dari segi sifatnya, belajar adalah menerima saja secara positif dari buku/guru, sedang studi adalah memahami secara aktif dengan pikiran yang kritis. Dari sudut tujuan, belajar bermaksud menghafal sesuatu pengetahuan sebagaimana adanya, sedang studi berusaha mengerti duduk soalnya, mencari pengetahuan tentang sebab-akibatnya, dan mengujinya dengan ukuran kebenaran logika dan sesuai dengan kenyataan. Selanjutnya sepanjang diperlukan studi menelaah pula perkembangan pendapat-pendapat dari para ahli dan dari masa ke masa.
2. Perincian Keterampilan Studi
Dalam melakukan studi ada sistem yang lengkap, metode yang tepat, dan teknik yang berguna. Yang dimaksud dengan sistem telaah suatu kebulatan yang mencakup bagian-bagian dan hubungan-hubungan tertib diantara berbagai bagian itu.
Segenap keterampilan studi di perguruan tinggi untuk tertibnya dapat dibedakan menjadi 4 kelompok yang masing-masing mencakup beberapa macam keterampilan tertentu, yaitu:
I. Ketrampilan pokok
Mencakup: a. keterampilan membaca buku
b. keterampilan menulis karangan
c. keterampilan menggunakan bahasa
II. Ketrampilan akademik
Mencakup: d. keterampilan mengikuti kuliah
e. keterampilan mencatat bacaan
f. keterampilan memakai perpustakaan
g. keterampilan menempuh ujian
III. Keterampilan pendukung
Mencakup: h. ketrampilan melakukan konsentrasi
i. keterampilan menghafalkan pelajaran
j keterampilan mengelola waktu studi
k. keterampilan mengatur diri
IV. keterampilan khusus
Mencakup: l. keterampilan melakukan penelitian
m. keterampilan praktika laboratorium
n. keterampilan studi suatu ilmu khusus
o. keterampilan berpikir kreatif
Rector Columbia Pacific University Ricahar Cews sangat menekankan arti penting keterampilan studi. Dalam salah satu karyanya yang merupakan buku panduan pada universitas itu ditegaskan bahwa para mahasiswa dapat meningkatkan hasil usaha akademik mereka dengan memakai keterampilan studi untuk menunjang kegiatan-kegiatan pengajaran dari dosen. Keterampilan studi adalah penting karena membantu mahasiswa belajar dan memenuhiharapan perguruan tinggi agar mahasiswa menjadi penutur ilmu yang mandiri.
Oleh karena arti penting itu, keterampilan studi mulai diajarkan pada perguruan tinggi di Amerika Serikat pada awal tahun-tahun 1920. pengajaran itu berkembang pesat pada akhir tahun 1960 ketika banyak pelajaran dengan persiapan akademik yang jelek diterima masuk perguruan-perguruan tinggi. Namun, buku-buku tentang keterampilan studi telah ditulis orang dalam abad XIX. Tampaknya karangan pendeta dan lulusan Yale College John Toda berjudul The Student’s manual (buku pegangan mahasiswa) yang terbit pada 1835 merupakan buku tentang keterampialn studi yang pertama. Pada sampelnya menyatakan bahwa buku ini dirancang dengan petunjuk-petunjuk khusus, untuk membantu dalam membentuk dan memperkuat watak intelektual dari moral serta kebiasaan-kebiasaan dari mahasiswa. (design, by specific directions, to ard informing and strengthening the intellectual and moral character and habits of the student).
Dalam permulaan abad XX tambahan 3 buku tentang keterampilan studi, yaitu:
a. Frank M. Mc Murry, How to study and teaching how study, (cara melakukan studi dan mengajar cara studi), 1909.
b. Lida B. Earhart, teaching children to study, (mengajar kanak-kanak melalui sturdi), 1909.
c. George Fillmore Swain, how to study, (cara melakukan studi), 1917.
Dalam buku yang disebut terakhir itu Swain mengemukakan 5 hl pokok dalam melakukan studi, yakni:
a. The proper metal attitude (sikap mental yang tepat ini ialah keberanian mental dan berkeketatan hati untuk memahami pengetahuan)
b. Studying understanding (melakukan studi sampai paham. Ini ialah asas bahwa mahasiswa harus memahami apa yang dibacanya).
c. A proper method of study of system (suatu metode yang tepat ialah sistem).
d. Mental initiative (prakarsa mental: ini berarti bahwa mahasiswa harus memiliki tujuan pasti
e. Proper Habits and methods of work, (kebiasaan-kebiasaan dan metode-metode kerja yang tepat).
Dalam 1941 terbitlah buku Francis P. Robinson berjudul “Diagnostic and Remedial Techniquer for effective Study” dalam edisi 1946 judulnya diperpendek menjadi “Effectif study”. Buku ini mempelopori suatu metode studi yang disebut Survey Q3R Method of studying yang sampai sekarang sangat terkenal dan selalu dikutip dalam berbagai buku meterampilan studi dengan macam-macam variasi. Metode itu merupakan langkah-langkah membaca buku yang terdiri dari survey (menyelidiki), question (bertanya), read (membaca), recite (mendasar) dan review (mengulangi).
Setelah memasuki tahun 1960 sampai sekarang di Amerika Serikat dan Inggris telah terbit ratusan judul buku tentang keterampilan studi. Perusahaan-perusahaan swasta juga berkembang pesat untuk memberikan latihan, penataran, atau kursus dalam macam-macam keterampilan studi kepada masyarakat.
Demikian gambaran singkat tentang perkembangan metodologi studi di manca negara. Betapa pentingnya pengetahuan itu bagi para mahasiswa Indonesia tidak perlu disangsikan lagi. Setiap mahasiswa Indonesia harus berusaha agar ia memiliki, menguasai dan menerapkan keterampilan studi yang baik untuk mencapai sukses sepenuhnya dalam studi. Setiap mahasiswa hendaknya mempergunakan waktu sebanyak 5% sampai 10% dari waktu studinya setiap hari untuk mempelajari metodologi studi. Kalau jalan standar untuk studi mahasiswa rata-rata 8 jam perhari (60 menit x 8= 480 menit), maka 5% - 10% itu berarti hanya 24 menit sampai 48 menit untuk keperluan meningkatkan ketrampilan studi.













BAB II
SIKAP AKADEMIK DAN MINAT STUDI

1. Pengertian Sikap Akademik
Selain oleh berbagai keterampilan studi, sukses sepenuhnya dalam studi di perguruan tinggi juga perlu sekali didukung oleh sikap akademik dalam diri seseorang mahasiswa. Sikap akademik yang berkaitan sangat erat dengan kelompok keterampilan akademik menjadi pula pra syarat bagi sukses studi. Oleh karena itu, para mahasiswa harus pula memahami dan mengembangkan sikap ini sebaik-baiknya dalam diri mereka.
Pengertian sikap (attitude) oleh Gene R. Hawes dan Lynne Salop Hawes dalam kamus pendidikan mereka dirumuskan sebagai:
“A general predisposition or mental set with regard any persons, belief, or other entitles; educational system typically seek to encourage the development of certain attitudes in their students in addition to inculcating knowledge”. (Suatu kecenderungan umum atau kesiagaan mental dalam hubungannya dengan berbagai orang, keyakinan, atau entitas lainnya apapun; sistem-sistem pendidikan secara khas berusaha menganjurkan sikap-sikap tertentu pada murid-murid mereka sebagai tambahan dari menanamkan pengetahuan).
Istilah-istilah akademik sendiri menurut The International Encyclopedia of Higher Education antara lain berarti “Term used to describe programs of study and, usually referring to the theoretical, literacy, classical, or liberal”. (Istilah yang dipakai untuk melukiskan program-program studi dan mata pelajaran, biasanya mengacu pada bidang-bidang teoritis, kesusasteraan, study klasik atau liberal).
Berbagai kesiagaan mental itu bertalian pula dengan pendorongan diri untuk melakukan studi secara mandiri dan semangat keilmuan dalam diri mahasiswa. Pendorongan diri dalam studi adalah ajakan batin dalam diri seseorang mahasiswa yang merangsang sehingga mau melakukan studi tanpa diperintah oleh pihak lain (orang tua) atau ditentukan oleh suatu sistem (peralatan universitas). Studi akan menjadi kegiatan yang menyenangkan dan hasilnya memuaskan kalau seseorang mahasiswa dapat membina daya kemauan secara spontan untuk mengerahkan segenap pikiran dan waktunya guna menjalankan semua tugas studi yang ditentukan dalam sistem perguruan tinggi, yaitu mengikuti kuliah, membaca buku, menulis paper, menggarap soal, menghafal pelajaran, dan menempuh ujian.
Semangat keilmuan sebagai salah satu macam sikap akademik perlu pula diperkembangkan dan dimiliki oleh setiap mahasiswa untuk memupuk ilmu di perguruan tinggi. Semangat ini terdiri atas berbagai kecondongan pikiran yang bertalian dengan pemupukan pengetahuan ilmiah, misalnya kecondongan pikiran untuk membaca buku yang baru terbit atau kecenderungan diri yang bersifat otomatis untuk senantiasa membuka kamus mencari arti kata Inggris yang belum dikenal.
Menurut Michael Martin dalam analisisnya, berbagai kecondongan yang merupakan semangat keilmuan dan penting untuk memperoleh maupun mengembangkan ilmu terdiri atas 6 hal sebagai berikut:
1. Hasrat mengetahui dan memahami
Seorang mahasiswa harus mengembangkan sikap akademik ini yang senantiasa menginginkan pengetahuan dan pemahaman.
2. Kecondongan mempertanyakan tentang semua hal.
3. Kecondongan mencari data dan makna
Ini berarti suatu sikap yang senantiasa mencari hipotesis yang dapat diuji sehingga membuat berbagai data dapat mempunyai sesuatu arti.
4. Kecondongan menuntut suatu pengujian empirik
5. Sikap menghargai logika
6. Kecondongan menelaah pangkal-pangkal pikir dengan memeriksa kebenaran atau kesalahan dari kesimpulan-kesimpulan logis yang diturunkan dari pangkal-pangkal pikir itu.
Terakhir, sikap akademik menyangkut pula kegiatan studi yang harus dilakukan oleh para mahasiswa secara sungguh-sungguh dan minat studi yang perlu dibina sampai taraf yang sebesar mungkin.
2. Arti Penting Minat Studi
Menurut pengertian yang paling dasar, minat berarti sibuk, tertarik atau terlibat sepenuhnya dengan sesuatu kegiatan karena menyadari pentingnya kegiatan itu. Dengan demikian, minat studi adalah keterlibatan sepenuhnya seorang mahasiswa dengan segenap kegiatan pikiran secara penuh perhatian untuk memperoleh perhatian dan mencapai pemahaman tentang bebagai bidang pengetahuan ilmiah yang dituntutnya di perguruan tinggi.
Minat yang besar terhadap pikiran yang sungguh-sungguh untuk menggali keterangan dan mencapai pemahaman tentang segenap cabang ilmu dalam bidang styudinya adalah bagian dari sikap akademik setiap mahasiswa Indonesia. Minat merupakan salah satu faktor pokok untuk meraih sukses dalam studi. Penelitian-pnelitian di Amerika Serikat mengenai salah satu sebab utama dari kegagalan studi para mahasiswa menunjukkan bahwa sebabnya ialah kekurangan minat.
Secara lebih terperinci arti penting minat dalam kaitannya dengan pelaksanaan studi ialah:
a. Minat melahirkan perhatian yang serta merta.
b. Minat memudahkan terciptanya konsentrasi
c. Minat mencegah gangguan perhatian dari luar
d. Minat memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan
e. Minat memperkecil kebosanan studi dalam diri sendiri.
Menurut John Adams pada saat minat studi dimiliki seorang mahasiswa, pada saat itulah perhatiannya tidak lagi dipaksakan dan beralih menjadi spontan. Semakin besar minat seseorang akan semakin besar derajat spontanitas perhatiannya. Dan studi tekun jangka panjang tidaklah mungkin berlangsung tanpa perhatian spontan, padahal studi spontan yang cukup lama menjadi masyarakat untuk menguasai pelajaran dan memperdalam pemahaman.
Minat memudahkan terciptanya konsentrasi dalam pikiran seorang mahasiswa. Perhatian serta merta yang diperoleh secara wajar dan tanpa pemakaian tenaga kemauan seseorang akan memudahkan berkembangnya konsentrasi, yaitu pemusatan pikiran terhadap sesuatu pelajaran. William Amstrong dalam bukunya berjudul “Study Is hard work” (studi adalah kerja berat) bahkan pendapat lebih ekstrim dengan menyatakan bahwa “concentration does not and cannot exist where there Islam insufficient interest.” (konsentrasi tidak ada dan tidak dapat ada bila mana terhadap minat yang tidak memadai).
Seorang mahasiswa mudah terganggu perhatiannya atau sering mengalami pengalihan perhatian dari pelajaranya pada suatu hal lain kalau minat studinya kecil. Dalam hubungan ini Donald Laird menjelaskan demikian:
“Distraction are oftentimes due to year inner attitude rather than to the noises them selves. If one interested, there Islam little danger of being distracted.
You are distracted because you do not want to listen orang do not want to work. Wacth your self when you are angaged in work you like to do, or in talking to friends you like, and you will notice that you are not disturbed”.

(Gangguan-gangguan perhatian sering disebabkan oleh sikap batin anda dari pada karena sumber-sumber gangguan itu sendiri. Kalau seseorang berminat, kecilah bahaya akan ditanggung diganggu perhatiannya.
Anda terganggu perhatian karena anda tidak berniat mendengar atau anda tidak berniat bekerja. Perhatikanlah diri anda bila mana anda sedang sibuk dalam pekerjaan yang anda suka lakukan atau ketika berbicara dengan kawan-kawan yang anda sukai, dan anda akan melihat bahwa anda terganggu).
Bertalian erat dengan komsentrasi terhadap pelajaran ialah daya mengingat daya pelajaran. Pengingatan itu juga hanya mungkin terlaksana kalau mahasiswa berminat terhadap pelajarannya. Sebaliknya, sesuatu bahan pelajaran yang berulang-ulang dihafal mudah terlupakan kalau dipelajari tanpa minat. Dengan demikian, minat studi memiliki peranan mempermudah dan memperkuat melekatnya bahan pelajaran dalam ingatan.
Terakhir, perlu ditegaskan bahwa kebalikan minat ialah kebebasan-kebebasan perhatian, atau bahkan penolakan perhatian, atau bahkan penolakan keterlibatan diri terhadap sesuatu hal. Kejenuhan melakukan suatu hal juga lebih banyak berasal dari dalam diri seseorang dari pada bersumber pada hal-hal diluar dirinya. Oleh karena itu, penghapusan kebosanan dalam studi dari seorang mahasiswa juga hanya bisa terlaksana dengan jalan pertama-tama menumbuhkan minat studi dan kemudian meningkatkan minat itu. Sebesar-besarnya.

















BAB III
LINGKUNGAN STUDI YANG EFEKTIF

A. Ruang Studi Yang Baik
Agar dapat melakukan studi sebaik-baiknya, seorang mahasiswa hendaknya memiliki suatu ruang studi sehingga ia dapat melakukan konsentrasi secara penuh. Hal yang ideal adalah kalau disediakan satu ruangan tersendiri yang khusus dipakai untuk studi dan tidak di campur untuk keperluan-keperluan lainnya. Kalau suatu ruang studi khusus tidak disediakan, maka ruang tidur dapat juga diperlukan untuk keperluan studi sekaligus. Tetapi, ada beberapa persyaratan yang perlu dipindahkan agar ruang tidur itu dapat menjadi tempat studi yang baik. Pertama-tama ialah dipan tidur harus dijauhkan dari meja srtudi. Sebaiknya dipan itu membelakangi meja studi dan tidak tampak di depan mata sehingga tidak menimbulkan bujukan kepada mahasiswa kepada untuk belajar sambil tidur.
Meja studi hendaknya diletakkan disebelah kanan dan agak maju dari jendela kamar sehingga cahaya matahari menyorot kearah kiri belakang. Meja studi tidak boleh diletakkan menghadap jendela karena selain silau oleh cahaya matahari juga mudah terjadi gangguan perhatian oleh hal-hal yang ada diluar jendela.
Kedua, suatu syarat lain untuk ruang studi yang baik ialah penerngana cahaya. Penerangan itu harus tidak berlebiahan dan tidak kurang, melainkan memadai untuk melakukan studi sebaik-baiknya. Cahaya yang berasal dari matahari hendaknya diusahakan agar datang dari arah kiri agak kebelakang. Ini berlaku bagi manusia yang memakai tangan kanan sehingga tangan itu tidak menghalangi cahaya. Sebaliknya, bagi mereka yang terbiasa memakai tangan kiri untuk menulis, dengan sendirinya arah cahaya itu harus diubah, yaitu datang dari arah kanan.
Untuk studi pada malam hari yang harus mempergunakan penerangan lampu listrik, ada 4 kemungkinan penerangan. Prof. George Dudyeha dalam bukunya learn more less Effort (belajar lebih banyak dengan usaha yang lebih dengan usaha yang lebih sedikit) menerangkan bahwa penerangan dari cahaya lampu dapat dibedakan menjadi 4 macam, yakni:
1. Penerangan tak langsung (indirect lighting)
Penerangan ini terjadi dari cahaya yang dipantulkan dari langit-langit dan dinding kamar Studi, sedang sumber cahaya nya itu sendiri tidak terlihat.
2. Penerangan setengah tak langsung (semi-indirect lighting)
Peranan ini untuk sebagian datang dari pemantulan cahaya seperti pada penerangan tak langsung tersebut diatas dan untuk sebagian dari cahaya yang langsung memancar dari lampu dengan melewati selubung kaca yang berwarna putih susu.
3. Penerangan setengah langsung (semi-indirect lighting)
Penerangan ini terjadi dari cahaya lampu yang memancar ke segenap jurusan dengan melewati selubung kaca yang berwarna putih susu.
4. Penerangan langsung (direct Lighting).
Penerangan ini memancarkan langsung dari lampu ke permukaan buku tanpa melewati apa-apa.
Penerangan yang terbaik untuk kamar studi ialah keterangan tak langsung. Kemudian berturut-turut yang derajatnya lebih rendah ialah penerangan setengah tak langsung, penerangan setengah langsung dan penerangan langsung sebagai penerangan yang mutunya terbawah. Untuk kamar studi di malam hari dianjurkan pemakaian penerangan tak langsung karena cahaya pemantulannya terbesar semua jurusan sehingga jurusannya sehingga sifatnya merata dan tidak menimbulkan bayangan.
Menurut George Dudyeha, penerangan yang terbaik untuk tempat studi ialah penerangan tidak langsung untuk menerangi seluruh kamar, sedang diatas meja dipakai lampu yang memberi penerangan setengah tak langsung. Lampu meja itu hendaknya diselubungi dengan kap lampu sehingga cahayanya tidak menyorot ke mata mahasiswa. Seluruh kamar studi perlu diberi penerangan tak langsung agar tidak ada perbedaan yang mencolok dalam cahaya antara permukaan meja studi dengan bagian-bagian lainnya dari kamar itu.
Mengenai besarnya lampu yang perlu dipasang, lampu meja 40 watt sampai 60 watt sudah sangat terang untuk melakukan studi. Lampu diatas yang memancarkan penerangan tak langsung dapat kiranya memakai 75 watt sampai 100 watt. Setiap mahasiswa hendaknya berapa besarnya lampu yang perlu dipakainya, karena masing-masing mahasiswa berbeda kemampuan matanya dalam menangkap cahaya.
Permukaan meja studi hendaknya tidak dipelitur mengkilat, diberi vernis sampai berkaca-kaca atau dilapisi lembaran kaca jernih karena akan menimbulkan kesilauan. Kalau lembaran kaca itu dimaksudkan untuk menindih berbagai catatan agar setiap saat terlihat dan teringat, sebaiknya hal ini dilakukan pada lembaran karton yang dipasang di dalam meja studi.
Selanjutnya, meja studi hendaknya bersih dari segala benda apapun yang tidak berkaitan dengan studi, misalnya surat kabar, majalah hiburan, dan foto pacar. Pakaian bersih dari berbagai keperluan berdandan lainnya semuanya dimasukkan ke dalam lemari. Untuk berbagai buku pelajaran dan buku acuan seperti ensiklopedi da kamus yang tidak sedang dipakai sebaiknya disediakan rak buku dan ditaruh disisi kiri dari meja belajar sehingga mudah dijangkau. Kalau semua buku ditaruh diatas meja studi, hal ini akan menyempitkan tempat untuk keperluan studi. Seorang mahasiswa hendaknya mengusahakan agar meja studinya bersih dan terasa luas sehingga pikirannya terasa lapang dan dapat berpikir secara jernih sewaktu studi.
Persyaratan terakhir yang perlu diperhatikan dalam ruang studi yang baik ialah peredaran udara. Kamar studi hendaknya diusahakan agar memiliki peredaran udara yang lancar, yaitu bisa keluar dan masuk dari dua arah. Kamar studi yang pengap tanpa peredaran udara atau peredaran udaranya kecil akan membuat seorang mahasiswa mengantuk dengan akibat tidak dapat melakukan studi sebaik-baiknya. Sebaliknya, peredaran udara yang baik dan lancar menjamin terjadinya zat asam yang banyak dalam kamar studi. Zat asam itu merupakan otak yang utama sehingga pikiran dapat bekerja secara baik.
5. Perabotan Studi Yang Tepat
Setelah studi perlu ditata secara baik, hal berikutnya yang perlu diperhatikan ialah perabotan studi, yaitu meja studi, kursi belajar, dan lemari buku serta kemungkinan perabot meubel lainnya yang diperlukan untuk studi khusus, misalnya meja gambar. Meja studi untuk dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada mahasiswa hendaknya memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Meja itu tidak ditutup seluruhnya dari permukaan sampai lantai. Suatu meja studi hendaknya mempunyai kaki dan bagian bawahnya terbuka sehingga memungkinkan peredaran udara dan bagian kaki mahasiswa tidak terasa gerah.
b. Permukaan meja hendaknya rata dan tidak berwarna gelap atau berkilat-kilat. Pelitur hitam atau gelap mengakibatkan pertentangan yang tajam diantara permukaan meja dengan warna putih pagina buku yang dibaca sehingga mudah melelahkan mata.
c. Luas meja studi tidak perlu berlebihan. Meja berukuran 100 cm (panjang) kali 70 cm (lebar) kiranya sudah cukup untuk belajar secara memuaskan.
d. Tinggi meja studi hendaknya disesuaikan dengan tinggi badan mahasiswa yang memakainya biasanya tinggi meja itu berkisar antara 70 sampai 75 cm .
Bentuk meja studi ada macam-macam coraknya, dari yang sederhana tanpa laci sampai meja dengan laci (satu atau dua), dan meja studi yang khusus permukaannya dapat di lipat. Sesuai dengan kemampuan keuangannya, setiap mahasiswa harus memilih dan memiliki satu meja studi sendiri yang cocok dipakainya untuk studi. Setelah meja studi, perabot berikutnya yang harus dilengkapi ialah kursi belajar. Kursi ini hendaknya tidak memiliki tangan pada kedua sisinya sehingga mahasiswa dapat menduduki kursi itu secara leluasa. Selanjutnya kursi itu hendaknya tidak terlampau keras tetapi juga tidak terlampau empuk seperti kasur.
Michael Guinery dalam bukunya “How to Study” (cara belajar) mengemukakan persyaratan sebuah kursi yang baik untuk melakukan studi sebagai berikut:

“Choose, if you can, a chair which fully supports your back in an upright position. Chairs which are too comfortable and relaxing are conditive to sleep rather than work. Make quite certain that the chair does not cause tiredness or discomfort as this alone can destroy your concentration. When selecting the best chair for the job, sit in it for some minutes to test whether or not it support your back properly and whether it is comfortable without being relaxing. Check that it allows you shift position easily as this will be important when sitting for long periods. Finally, ensure that seats you at a convenient height in relation to your working table. A chair which is to high will force you to learn forward uncomfortably for writing; one which is too low will stop your from resting your arms conveniently on the table top when reading books”

(Pilihlah kalau anda bisa, sebuah kursi yang sepenuhnya menyangga punggung anda dalam suatu kedudukan yang tegak. Kursi-kuris yang terlampau nyaman dan santai mendorong tidur dari pada bekerja. Tentulah secara amat pasti bahwa kursi itu tidak menyebabkan kelelahan atau ketidaknyamanan karena ini saja dapat membuyarkan konsentrasi anda. Ketika memilih kursi yang terbaik untuk bekerja, duduklah pada kursi itu untuk menguji apakah kursi itu menyangga punggung anda secara tepat atau tidak dan apakah kursi itu nyaman tanpa membuat santai. Periksalah bahwa kursi itu memungkinkan anda merubah kedudukan secara mudah karena hal itu akan penting bila duduk untuk waktu lama. Terakhir, pastikanlah bahwa kursi itu mendudukkan anda pada suatu ketinggian yang leluasa dalam hubungannya dengan meja kerja anda. Sebuah kursi yang terlampau tinggi akan memaksa anda untuk membungkuk ke depan meletakkan lengan-lengan anda secara leluasa diatas permukaan meja ketika membaca).

Setiap mahasiswa selama studinya di perguruan tinggi perlu sekali menghimpun dan memiliki sendiri buku-buku pelajaran, majalah-majalah ilmiah dan bahan-bahan referensi sesuai dengan kemampuan keuangannya. Segenap bacaan itu hendaknya disimpan dalam rak buku kecil disisi kiri meja studinya atau diatasnya dengan menempel pada tembok. Kalau jumlah bacaan itu sudah terlalu banyak, sebaiknya disimpan dalam lemari buku yang memakai kaca pintu.
6. Perlengkapan Studi Yang Efisien
Setelah ruang studi yang baik-baik dan perabotan studi yang tepat, tinggal lah kini memperhatikan faktor kebendaan yang terakhir berupa perlengkapan studi. Segenap perlengkapan studi harus efisien, yaitu membantu tercapainya pandangan terbaik antara usaha studi dengan hasil studi. Untuk keperluan mengikuti kuliah, para mahasiswa bisa menggunakan gambaran-gambaran kertas lepas dengan ukuran tertentu dan dibawa dalam map plastik yang memakai perlubangan atau perangkat jepitan. Lembaran-lembaran kertas itu disebut lembar catatan studi (disingkat Lemcas), sedang map plastiknya disebut berkas catatan studi (disingkat Bercaf).
Untuk membuat catatan-catatan dari buku pelajaran dan bahan bacaan lainnya, para mahasiswa Indonesia kini masih terbiasa buku notes ukuran besar atau kecil. Buku notes juga kecil manfaatnya dan banyak kelemahannya. Oleh karena itu, buku notes perlu diganti dengan helai-helai kartu dari karton putih dan disimpan dalam dos dengan ukuran yang sesuai. Helai-helai kartu itu disebut catatan studi (disingkat Karcas), sedangkan dosnya disebut dos karcas.
Setiap mahasiswa tentu memiliki berbagai dokumen pribadi yang sangat penting dan sebaliknya disimpan secara awet dan apik, misalnya akte kelahiran, ijazah sekolah dasar dan menengah (pertama dan atas), piagam penataran, dan suatu surat keputusan. Tempat penyimpanan yang terbaik ialah terbuat dari plastik, mempunyai kantong-kantong sehingga tiap dokumen masuk ke dalam kantong, ada lembar indeksnya untuk mencatat semua dokumen yang disimpan, dan dapat ditutup rapat dengan kancing cepret atau lajur rit. Tempat penyimpanan yang demikian itu disebut berkas dokumen pribadi (disingkat Perdop).
Selain perlengkapan studi diatas, masih ada sejumlah perlengkapan studi yang lainnya yang mendukung efektifitas berbagai sistem, metode dan teknik studi. Perlengkapan studi itu umumnya sederhana saja dalam wujudnya maupun pemakaiannya. Tetapi manfaat untuk kemajuan studi seorang mahasiswa sering kali mengherankan. Pertama-tama perlu disebut sekat buku, yaitu suatu lajur karton tipis untuk tanda batas pagina di kala seorang mahasiswa berhenti membaca dan lalu menutup buku pelajaranmya. Segenap manfaat sekat buku dapatlah di rinci sebagai berikut:
a. Memberi tanda batas pagina ketika seorang mahasiswa mengakhiri kegiatan membaca buku.
b. Memperlancar pembacaan berikutnya karena mahasiswa seketika dapat menemukan pagina dan alenia tempat ia berhenti membaca pendahuluan.
c. Menjadi lembar untuk mencatat penunjukan silang nomor-nomor pagina dari berbagai uraian yang penting dalam buku.
d. Membiasakan seorang mahasiswa bekerja secara tertib, yakni tidak acak-acakan asal membuka/menutup buku kemudian kehilangan jejak uraian atau jalur gagasan dari buku yang dibacanya.
e. Sebagai semacam barometer kemajuan baca kalau sekat buku dari hari ke hari berpindah ke arah belakang dalam buku tebal yang tengah dibaca seorang mahasiswa.
Disamping peralatan tulis menulis seperti bolpen, vulpen dan pensil hitam berikut karet penghapus untuk membuat catatan-catatan dalam ruang kuliah atau kamar studi. Suatu alat tulis lain yang sangat membantu dalam meningkatkan efektifitas membaca buku ialah potlot gabungan warna merah dan biru berikut garis plastik tipis berukuran 15cm. bagi buku milik sendiri, teknik yang terbaik untuk menguasai isinya ialah membaca sambil menggaris bawahi kalimat, frase, dan istilah yang dianggap penting. Potlot warna biru dipergunakan untuk menggaris bawahi suatu definisi atau sumber judul bacaan yang disebut dalam buku.
Garis bawah saja biasanya belum memadai untuk mencerna isi buku sepenuhnya. Oleh karena itu, sewaktu membaca buku seorang mahasiswa sering kali perlu juga membuat catatan pribadi ditepi pagina buku memiliki sendiri. Agar dapat membaca secara tangkas berbagai buku pelajaran, seorang mahasiswa perlu memiliki buku-buku acuan seperti kamus bahasa, kamus istilah, dan ensiklopedi. Setiap mahasiswa harus membiasakan diri serta merta memanfaatkan kamus-kamus sewaktu menjumpai kata dan istilah yang tidak diketahui artinya atau kurang dipahami nuansanya.
Buku acuan yang lengkap sekali hurufnya kecil. Demikian pula diagram atau grafik dalam buku pelajaran kadang-kadang tersusun cukup rumit sehingga untuk menangkapnya diperlukan pandangan yang teliti dan konsentrasi yang besar. Guna meringankan penglihatan, sangat bermanfaat kalau mahasiswa memiliki kaca pembesar (magnifying glass) yang berukuran 9-12 cm garis tengahnya. Alat pelengkap ini, selain memudahkan penglihatan terhadap baris kata atau gambar grafik yang rumit, sesungguhnya juga dapat menjadi semacam sarana psikologis untuk memperbesar perhatian dan mempertinggi konsentrasi terhadap bahan pelajaran sehingga hasil studi pun lebih mendalam.
Sebuah perlengkapan studi lainnya yang amat besar manfaatnya ialah buku agenda. Buku agenda itu sangat berguna untuk mencatat setiap hari kegiatan studi mahasiswa, buku yang dibaca, pengetahuan yang tertentu yang dikuasai, gagasan pribadi yang muncul, dan aneka peristiwa yang berkaitan dengan studi maupun pengalaman hidup yang mengesankan. Catatan di dalamnya tidak usah panjang lebar, melainkan cukup 2-3 kalimat. Misalnya, “hari ini selesai membaca buku terjemahan Douglas Me Gregos, The Human Side of Enterprise. Teori ‘X’ dan teori ‘Y’ yang dikemukakan penting untuk mengembangkan teknik-teknik pengawasan terhadap pegawai.
Betapa pentingnya dan bermanfaatnya buku catatan harian. Manfaat Y banyak sekali baik sewaktu proses penulisannya maupun hasil penulisannya pada saat ini dan lebih-lebih diwaktu mendatang setelah lewat beberapa tahun. Dengan buku agenda ini seorang mahasiswa dapat mengenang secara jelas masa lampau, menghayati secara penuh masa kini, dan mengarah secara tertibs masa depan dari kehidupan intelektual dan pengalaman pribadi.
Sebagai rangkuman, segenap perlengkapan studi yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa dapat di daftar dibawah ini:

a. berkas catatan studi (bercas)
b. berkas dokumen pribadi (berdop)
c. bolpen/vulpen
d. buku acuan (kamus, ensiklopedi)
e. buku agenda
f. buku memo kecil
g. dos karcas
h. kaca pembesar
i. karet penghapus
j. kartu catatan studi (karcas)
k. lembaran catatan studi (lemcas)
l. penajam potlot
m. pensil
n. potlot merah biru (gabungan)
o. sandaran buku
p. sekat buku
Itulah perlengkapan studi biasa yang sekurang-kurangnya harus dimiliki oleh setiap mahasiswa indonesia untuk dapat melakukan studi secara baik.


BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari perumusan dan penegasan diatas, menjadi jelas apa yang menjadi tujuan pendidikan dari para mahasiswa indonesia. Mahasiswa harus siap menjadi peserta didik dan warga masyarakat yang memiliki kemampuan akademik atau profesional untuk menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu teknologi dan kesenian. Dan dari penjelasan diatas dapatlah disimpulkan bahwa dari segi sifatnya, belajar adalah menerima saja secara pasif dari buku atau guru, sedang studi adalah memahami secara aktif dengan pikiran yang kritis. Dari sudut tujuannya, belajar bermaksud menghafal sesuatu pengetahuan sebagai mana adanya, sedang studi berusaha mengetahui duduk soalnya, mencari pengetahuan tentang sebab akibat, dan mengujinya dengan ukuran kebenaran logika dan kesesuaian pada kenyataan. Selanjutnya sepanjang diperlukan studi menelaah pula perkembangan pendapat-pendapatnya dari para ahli dan dari masa ke masa.
B. PENUTUP
Demikianlah makalah ini yang kami buat, kritik dan saran sangat penulis harapkan dalam pembentukan-pembentukan dan pembentukan makalah selanjutnya. Apabila ada kata-kata yang kurang berkenan penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga apa yang penulis tulis ini, dapat dijadikan bahan pertimbangan.








PENDAHULUAN

Belajar yang efisien adalah cara yang harus kita gunakan agar pelajaran yang telah disampaikan oleh pembimbing tidak hilang dari pikiran kita. Disini kita juga harus dapat membagi waktu belajar dengan kegiatan lainnya. Cara belajar yang efisien juga harus didukung dengan adanya keterampilan melakukan konsentrasi, keterampilan menghafal pelajaran, dan keterampilan berfikir kreatif. Kini kita harus menyadari sepenuhnya bahwa ada perbedaan penting antara belajar dan melakukan studi. Selanjutnya studi dan hasil studi masing-masing mencakup 3 ragam. Demikian pula, keterampilan studi dapat dibedakan menjadi 4 kelompok yang setiap kelompoknya meliputi beberapa macam keterampilan.
Keterampilan studi yang baik merupakan salah satu kunci untuk seorang mahsiswa lulus dari perguruan tinggi dan menjadi sarjana yang bermutu. Memang, ada mahasiswa yang melakukan studi tanpa sistem, metode dan teknik yang baik dan dia dapat lulus dari perguruan tinggi. Tetapi, dia mungkin tidak menyadari bahwa andai kata dia melakukan studi dengan berbagai keterampilan yang baik, dia pasti lulus dengan nilai yang lebih tinggi dan benar-benar menjadi sarjana yang bermutu. Kehilangan kemampuan yang lebih tinggi inilah yang menjadi taruhan dari studi dengan tanpa memakai keterampilan yang baik. Untuk memahami dan menguasai keterampilan studi yang baik memang diperlukan usaha dan ketekunan, karena tidak ada jalan lapang atau lorong pintas untuk memiliki suatu kemampuan yang bermanfaat.









DAFTAR PUSTAKA
Gie, The Liang, Cara Belajar yang Efisien, Pusat Belajar Ilmu Berguna, Yogyakarta, 1994

BAHASA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI

FUNGSI BAHASA SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI

Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan sarana penghubung antara manusia, maupun mahluk hidup lainnya seperti hewan dengan hewan tentunya dengan bahasa masing – masing.
Proses ini sangat penting untuk dilakukan, dimana posisi manusia bukan hanya sebagai makhluk individu saja tetapi juga sebagai makhluk social. Itulah gunanya bahasa sebagai alat komunikasi agar kita bisa saling mengenal dan berhubungan dengan orang lain, dengan komunikasi orang lain tahu maksud yang kita inginkan dan sampaikan.
Bahasa isyarat juga termasuk komunikasi tetapi berlaku dalam lingkup kecil karena hanya orang tertentu yang mengerti.
Apabila kita kurang berkomunikasi misalnya ketika kita bertemu dengan dengan orang yang berasal dari daerah lain, maka kita akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Maka bahasa indonesialah solusinya, sehingga kita bisa sling mengetahui apa yang kita inginkan.

Jadi jangan remehkan bahasa
Contoh bahasa sebagai alat komunikasi:
1. Saat kita berbicara dengan orang lain
2. Saat kita melaksanakan akad jual beli


POLITISASI BAHASA SEBAGAI INSTRUMENT POLITIK MEDIA

Salah satu alat atau instrument yang mendasar dalam proses interaksi sosial kehidupan manusia adalah bahasa. Mustahil, jika ada manusia yang bisa hidup tanpa bahasa. Karena bahasa, manusia itu ada (eksis). Hampir semua aktivitas kehidupan manusia di dunia ini menghabiskan waktunya dengan bahasa. Mulai dari bangun tidur, makan, mandi, sampai tidur lagi, atau melakukan berbagai aktivitas manusia lainnya, tidak luput dari adanya penggunaan bahasa.
Bahasa bisa menjadi sumber mata pencaharian, kata Alex Sobur dalam bukunya yang berjudul, “Semiotika Komunikasi”. Dia mengatakan para sastrawan, wartawan, hakim, jaksa, penyiara radio – televisi, perancang iklan, memperoleh nafkahnya dari kemahiran berbahasa. Bahkan sesuai dengan perkembangan teknologi, bahasa kini bisa menjadi semacam alat penggerak dari jauh, dalam suatu mekanisme remote control, bagi individu yang ratusan ribu jumlahnya. “Dengan bahasa…,” kata Jalaluddin Rakhmat, “Anda dapat mengatur perilaku orang lain. Ibu anda dari Amerika dapat anda gerakan untuk datang kerumah kontrakan anda di Bandung hanya dengan mengirimkan kata-kata lewat telfon atau surat. Dengan aba-aba ‘maju, jalan’ seorang sersan dapat menggerakan puluhan tentara menghentakan kakinya dan berjalan dengan langkah-langkah tegap”.
Selain sebagai alat penggerak, bahasa juga dapat mewujudkan citra mengenai suatu peristiwa yang direpresentasikan dalam media massa. Citra mengenai suatu peristiwa itu akan muncul dari konstruksi realitas yang dibuat media. Setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan, atau benda dalam media massa melalui unsur bahasa pada prinsipnya merupakan konstruksi realitas yang dapat memunculkan citra. Media massa menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Demikian wacana yang bermakna itulah menentukan citra yang ditampilkan media massa atas suatu peristiwa.
Lebih jauh dari itu, bahasa pun bisa didaya-gunakan untuk kepentingan politik. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana media massa memberitakan suatu peristiwa. Salah satunya dapat terjadi dalam proses pemilihan fakta. Proses pemilihan fakta itu didasarkan pada asumsi bahwa media atau wartawan memiliki perspektif dan bias ideologi tertentu dalam melihat peristiwa, sehingga dapat menentukan apa yang dipilih dan apa yang dibuang. Demikian, hasil dari pemilihan fakta itu memunculkan adanya penonjolan atau penghilangan tertentu yang mencerminkan orientasi media massa terhadap peristiwa yang diberitakannya.
Memang dalam hal ini bahasa tidak dapat dipisahkan dari kesaling berkaitannya dengan ideologi, pengetahuan, dan segala bentuk atau nilai kekuasaan lainnya yang beroperasi dibalik media. Begitu juga keterkaitan bahasa dan nilia-nilai tersebut akan beroperasi mempengaruhi ungkapan, gaya, pilihan kata, serta wilayah penggunaan bahasa lainnya.

Politisasi Bahasa
Pengertian politisasi bermuara kepada definisi Ilmu Politik. Ilmu Politik menurut George Simson dalam buku Sistem Politik menyatakan bahwa; Ilmu politik bertalian dengan bentuk-bentuk kekuasaan dan cara memperoleh kekuasaan (1977:14). Sedangkan pengertian politik sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti, cara bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah, kebijaksanaan (2003:886).
Kedua pengertian tersebut, memiliki makna bahwa politik itu merupakan suatu tindakan yang bertalian dengan cara menghadapi maupun memperoleh kekuasaan atau kebijaksanaan. Kemudian dari kedua pengertian tersebut, kita dapat merujuk kepada makna yang dapat menterjemahkan pengertian politisasi.
Politisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti, hal yang membuat suatu perbuatan atau gagasan yang bersifat politis (2003:887). Demikian bila merujuk kepada makna pengertian politik yang sudah dipaparkan diatas. Pengertian politisasi itu adalah segala bentuk tindakan, baik melalui gagasan atau perbuatan yang bersifat seperti cara mengadapi maupun memperoleh kekuasaan dan atau kebijaksanaan (politis).
Politisasi bahasa, dalam hal ini kita akan membahas pengertian politisasi bahasa secara harfiah. Pengertian politisasi sudah dijelaskan diatas. Sedangkan pengertian bahasa menurut Sobur adalah kombinasi kata yang diatur secara sistematis, sehingga bisa digunakan sebagai alat komunikasi (Sobur, 2001:42).
Pengertian bahasa menurut Sobur itu menekankan maksud bahwa bahasa sebagai suatu alat komunikasi. Demikian dari pengertian semacam itu, kita dapat menyimpulkan pengertian politisasi bahasa. Jadi sederhananya, pengertian politisasi bahasa itu adalah segala bentuk tindakan melalui bahasa yang politis.
Segala bentuk tindakan melalui bahasa yang politis yang lazimnya namakan politisasi bahasa itu terdapat dalam konstuksi realitas media. Dimana konstruksi realitas dalam media itu memperlihatkan suatu makna atau citra yang dapat menentukan orientasi dan berbagai kepentingan tertentu dalam suatu peristiwa yang disajikan kedalam berita. Hal ini sekaligus memperlihatkan bagaimana media atau wartawannya mengkonstruksi realitas untuk menentukan kepentingan-kepentingan tertentu baik secara ideologis maupun nilai kekuasaan lain dalam berita yang disajikannya. Demikian segala tindakan media dalam mengkonstruksi realitas tersebut adalah politisasi bahasa.

Konstruksi Realitas
Konstruksi realitas pada hakikatnya merupakan aktivitas manusia sehari-hari ketika menceritakan, menggambarkan, mendeskripsikan peristiwa, keadaan, atau pun benda. Seorang mahasiswa setelah dipukuli polisi pada saat demontrasi, kemudian menceritakan keadaaan dirinya. Ketika menceritakaan keadaannya berarti seorang mahasiswa itu tengah mengkonstruksi realitas yang terjadi pada dirinya.
Setiap orang dalam memaknai realitas biasanya memiliki konstruksi yang berbeda-beda. Hal ini merupakan kondisi yang lazim terjadi karena setiap orang memiliki latar belakan pendidikan, pengalaman, pereferensi, dan lingkungan sosial tertentu dalam memaknai suatu realitas. Misalnya; aktivitas Munir selalu bersingungan dengan kiprah TNI dalam percaturan politik. Satu pihak bisa jadi mengkonstruksi aktivitas munir sebagai tindakan yang sensasional dan anti nasionalisme. Tapi pihak lain bisa juga mengkonstruksikan aktivitas Munir sebagai tindakan yang berani untuk menegakan supremasi sipil, HAM, dan demokrasi di Indonesia.
Seseorang pekerja media mendapatkan nafkahnya dari mengkonstruksikan realitas. Pemberitaan media merupakan hasil para pekerja media dalam mengkonstruksi realitas. Demikian pada hakikatnya, isi pemberitaan media merupakan hasil konstruksi para pekerja media.
Konsep tentang realitas semacam itu adalah dasar pemikiran kaum konstruksionis. Mereka memandang suatu kejadian (realitas) tidak hadir dengan sendirinya secara objektif, tetapi diketahui atau dipahami melalui pengalaman yang dipengaruhi oleh bahasa. Realitas dipahami melalui bahasa secara situasional yang tumbuh dari interaksi sosial dalam suatu kelompok sosial pada saat dan tempat tertentu. Begitu juga suatu realitas itu dapat dipahami dan ditentukan oleh konvensi-konvensi komunikasi yang dilakukan manusia. Demikian pemahaman-pemaham terhadap realitas yang tersusun secara sosial itu membentuk aspek penting dari kehidupan.
Atas dasar pemikiran semacam itulah kaum konstruksionis memiliki pandangan tersendiri dalam melihat wartawan, media, dan berita. Konsep mengenai konstruksionisme ini diperkenalkan oleh sosiolog interperatif, Peter L. Berger dan Tomas Luckman.
Konsep konstruksionis memandang media sebagai agen konstruksi pesan. Pandangan konstruksionis mempunyai posisi yang berbeda dibandingkan positivis dalam menilai media. Dalam pandangan positivis, media dilihat sebagai saluran. Media adalah sarana bagaiamana pesan disebarkan dari komunikator ke penerima. Media disini dilihat murni sebagai saluran, tempat bagaimana transaksi pesan dari semua pihak yang terlibat dalam berita. Pandangan semacam ini, tentu saja melihat media bukan sebagai agen, melainkan hanya saluran. Media dilihat sebagai sarana yang netral. Artinya media disini tidak berperan dalam membentuk realitas. Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat sebaliknya. Media bukanlah sekedar saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan bias, dan pemihakkannya. Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Pandangan semacam ini menolak argumen yang menyatakan media seolah-olah sebagai tempat saluran yang bebas. Berita yang kita baca bukan hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukan pendapat sumber berita, tapi juga konstruksi dari media itu sendiri. Lewat berbagai instrumen yang dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang tersaji dalam pemberitaan.
Teori konstruksionis menilai berita merupakan hasil dari konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan dan ideologi, dan nilai-nilai dari wartawan atau media. Berbeda halnya dengan pandangan kaum positivis yang menganggap berita sebagai refleksi dan pencerminan dari realitas.
Begitu juga teori konstruksionis menilai berita bersifat subjektif, misalnya sebuah opini tidak dapat dihilangkan karena ketika meliput, wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif. Sebaliknya pandangan positivistik menilai bahwa berita bersifat objektif – menyingkirkan opini dan pandangan subjektif dari pembuat berita.
Pandangan positivis melihat wartawan seperti layaknya seorang pelapor. Sebagai seorang pelapor wartawan hanya bertugas memberitakan atau mentransfer apa yang dia lihat dan apa yang dirasakan dilapangan. Karena itu, wartawan harus berfungsi sebagai pemulung yang netral, yang mengambil fakta dilapangan tersebut apa adanya.
Sebaliknya, pandangan konstruksionis melihat wartawan layaknya agen atau aktor pembentuk realitas. Wartawan bukanlah pemulung yang mengambil fakta begitu saja. Karena dalam kenyataannya, tidak ada realitas yang bersifat ekstrenal dan objektif, yang berada diluar wartawaan. Realitas bukanlah sesuatu yang “berada diluar” yang objektif, yang benar, yang seakan-akan ada sebelum diliput oleh wartawan. Sebaliknya, realitas itu dibentuk dan diproduksi tergantung pada bagaimana proses konstruksi berlangsung. Realitas itu sebaliknya bersifat subjektif, yang terbentuk lewat pemahaman dan pemaknaan subjektif dari wartawan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi.
2. Hamad, Ibnu. (2004) Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa.
3. H.A, Saripudin. Hasan, Qusyaini. (2003). Tomy Winata dalam Citra Media.
4. Riyanto. (2002). Analisis Wacana.