BAIT AL-HIKMAH DALAM KHAZANAH INTELEKTUAL
I. PENDAHULUAN
Perkembangan peradaban Islam khususnya bidang keilmuan mencapai masa keemasan di zaman Bani Abbasiyah dibanding masa sebelumnya, itu disebabkan berdirinya Bait Al-Hikmah atau wisma kebijaksanaan yang motifnya untuk menggalakkan dan mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya klasik dari warisan intelektual Yunani, Persia Mesir dan lain-lain.
Dari berdirinya Bait Al-Hikmah tersebut melahirkan intelektual-intelektual yang termasyhur di berbagai bidang. Dan itu mendorong Daulah Bani Abbasiyah membangun di sektor lain, contohnya sektor ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat.
II. PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Bait Al-Hikmah
Kesejahteraan sosial, ekonomi, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusasteraan mengalami perkembangan pada Bani Abbasiyah, mencapai puncaknya di zaman Khalifah Harun Ar-Rasyid (736-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M). Kedua penguasa tersebut menekankan pada pengembangan dan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam, ketimbang peluasan wilayah seperti di masa Bani Umayyah. Inilah pokok perbedaan antara Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah.
Khalifah Harun Ar-Rasyid memanfaatkan kekayaannya untuk keperluan sosial seperti rumah sakit, lembaga pendidikan dan lembaga farmasi pun didirikan. Disamping itu, sarana kesejahteraan umum diperhatikan, pemandian-pemandian umum juga dibangun, begitu juga jalan-jalan umum.
Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah.
Pendirian lembaga Bait Al-Hikmah atau wisma kebijaksanaan dilakukan oleh khalifah Al-Makmun. Dalam lembaga pendidikan tersebut merupakan wujud keinginan mengulang (meniru) lembaga “hebat” yang didirikan oleh orang-orang Kristen Neotorians, yakni Gondeshapur yang salah satu tokohnya Gorgius Gabriel. Dan itu menjadikan Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Lembaga pendidikan terdiri atas dua tempat, pertama: Maktab dan Masjid yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan, hitungan dan tulisan. Kedua: tingkat pendalaman, para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang yang ahli pada bidangnya masing-masing.
Gerakan terjemahan yang berlangsung pada tiga fase. Pertama, pada masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Al-Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua, berlangsung mulai masa khalifah Al-Ma’mun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah buku filsafat dan kedokteran. Fase ketiga, berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas, bidang ilmu yang diterjemahkan semakin luas.
Darul hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan peradaban pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh ilmu-ilmu pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya lembaga-lembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing, terutama ilmu pengetahuan orang Griek dan falsafah mereka ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari. Pada waktu itulah telah diterjemahkan kitab-kitab berbahasa asing ke dalam bahasa Arab, dan tlah menghasilkan ulama-ulama yang terkenal, diantaranya Khuwarrazmi sebagai ahli ilmu falak yang terkenal dan Abu Ja’far Muhammad sebagai ahli bidang ilmu ukur dan manthiq.
Kemudian Kerajaan Fatimiyah di Mesir meniru pula kerajaan Abbasiyah, maka mereka ini pun mendirikan Darul Ilmi, seperti lembaga Bagdad abad ke IV. Di sana dipelajari ilmu falah, ilmu-ilmu orang Yunani, disamping mempelajari ilmu-ilmu Islam. Menurut keterangan dari Al-Maqrizi bahwa Darul Hikmah di Mesir pada tahun 395 H dan disitulah berkumpul para fuqaha’, dan kesitu pulalah di bawa kitab dari istana-istana untuk dibaca dan dipelajari oleh orang-orang yang berkeinginan untuk memperoleh ilmu pengetahuannya. Disitulah berkumpul ahli nahwu, ahli bahasa dan dokter-dokter dengan mendapat pelayan dari pelayan-pelayan yang bekerja di situ. Dalam Darul Hikmah ini lah terdapat kitab-kitab yang disuruh angkat oleh Al-Hakim Biamrillah dari istananya dalam jumlah sangat besar yang berisi selain yang tersebut di atas, ilmu sastra dan tulisan-tulisan tangan yang belum pernah dipunyai oleh raja-raja lain. Semua lapisan orang diperbolehkan masuk ke dalam gedung ini untuk membaca buku-buku yang ada di sana. Bahkan orang-orang yang ingin menyalin dan menulis telah disediakan kertas, pena dan tinta.
Lembaga ini merupakan perpustakaan-perpustakaan yang dipelihara oleh sebagian besar para ulama yang mempunyai keahlian dalam berbagai ilmu pengetahuan yang mengajar serta memberi penjelasan-penjelasan kepada orang-orang yang mengunjungi perpustakaan tersebut.
Lembaga ini adalah mirip dengan universitas dewasa ini, dalam pengertian di sana belajar segolongan pelajar dari bermacam-macam ilmu pengetahuan secara mendalam dan pikiran yang bebas. Adanya hubungan yang erat di antara perpustakaan dengan lembaga ini merupakan faktor yang besar untuk mencapai tujuan ini.
Lembaga pendidikan ini didirikan berkat adanya usaha dan bantuan dari orang-orang yang memegang pimpinan dan pemerintahan, dan jumlahnya pun sangat kecil dan usianya pun pendek, jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga pendidikan Islam yang lain, dan juga ia tidak begitu meluas ke negeri-negeri Islam yang lain. Ia terbatas dalam berbagai negeri saja, seperti Persia, Iraq dan Mesir saja.
B. Aktivitas dan Peran Baitul Hikmah dalam ilmu Pengetahuan
Sejak semula, motif berdirinya lembaga ini adalah untuk menggalakkan dan mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya klasik Yunani, Persia, Mesir dan lain-lain ke dalam bahasa Arab, khususnya umat Islam, dengan disertai transfer ilmu-ilmu kuno. Dengan berdirinya lembaga ini kegiatan penstranferan ilmu pengetahuan lebih intensif. Yaitu dengan cara Khalifah mengirimkan sastrawan, sejarawan dan ilmuwan-ilmuwan terbaiknya untuk ekspedisi di kawasan-kawasan kuno.
Menurut Dr. Oumar Faroukh, faktor yang mendorong umat Islam melakukan kegiatan in adalah:
1. Suasana keinginan antara Arab dengan yang lainnya
2. Keinginan untuk menguasai ilmu yang belum dimiliki
3. Legititmasi dan dorongan ayat-ayat al-Qur'an untuk menguasai ilmu pengetahuan.
4. Bahwa kemajuan ilmu pengetahuan merupakan suatu konsekuensi dari peningkatan kemakmuran dan kemajuan ekonomi.
Pesatnya perkembangan lembaga Baitul Hikmah mendorong lembaga ini memperluas peranannya, bukan hanya sebagai lembaga penerjemahan saja, tetapi juga meliputi hal-ha sebagai berikut:
1. Sebagai pusat dokumentasi dan pelayanan informasi keilmuan bagi masyarakat, melalui banyaknya perpustakaan umum di kota.
2. Sebagai pusat dan forum pengembangan keilmuan
3. Sebagai pusat kegiatan perencanaan dan koordinasi pelaksanaan pendidikan
C. Pengaruh Baitul Hikmah dalam ilmu Pengetahuan
Setelah meluasnya peran lembaga tersebut, lembaga ini juga membawa dampak positif secara makro bagi masyarakat luas diantaranya:
1. Ditemukannya jakur “benang merah” yang menjelaskan rentangan sejarah perkembangan peradaban umat manusia sejak kurun waktu yang sangat tua, dan diperoleh kembali kekayaan warisan peradaban kuno yang bernilai tinggi dari Yunani, India, Persia dan lainnya.
2. Semakin tumbuh suburnya kondisi sosial yang favourable bagi perkembangan ilmu pengetahuan
3. Terjadinya integrasi sosial yang kian intensif dan berkurangnya sikap primordialisme.
III. KESIMPULAN
Khalifah Al-Ma’mun, pengganti Al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia mempersiapkan penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahlinya. Salah satu bukti zaman keemasan Bani Abbasiyah salah satunya adalah Bait Al-Hikmah.
Darul hikmah ini muncul pada waktu bercampurnya bermacam-macam bangsa dan peradaban pada masa kerajaan Abbasiyah dan pada masa bangkitnya gerakan intellect yang hebat yang telah mendorong orang-orang Islam pada waktu itu untuk memperoleh ilmu-ilmu pengetahuan zaman kuno. Menurut pendapat yang lebih kuat lahirnya lembaga-lembaga ini ada pada masa Al-Rasyid. Tujuan utama dari pada pendirian lembaga-lembaga itu ialah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan asing, terutama ilmu pengetahuan orang Griek dan falsafah mereka ke dalam bahasa Arab untuk dipelajari.
IV. PENUTUP
Demikianlah uraian makalah dari saya, kurang lebihnya pemakalah mohon maaf yang sebesar-besarnya. Apabila ada kata-kata yang salah mohon dimaklumi. Kritik dan saran yang konstruktif, sangat pemakalah harapkan. Semoga makalah ini berguna bagi pemakalah yang lain. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Pres, 1997.
Fahmi, Asma Hasan, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979), Cet. I.
Solikin, M., Sejarah Peradaban Islam, Semarang: Rasail, 2005.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "BAIT AL-HIKMAH DALAM KHAZANAH INTELEKTUAL"
Posting Komentar